Total Tayangan Halaman

Rabu, 30 Maret 2016

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS PADA KEHAMILAN





Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus human immunodeficiency virus (HIV). AIDS dikarakteristikkan sebagai penyakit imunosupresif berat yang sering dikaitkan dengan infeksi oportunistik dan tumor ganas serta degenerasi susunan saraf pusat. Penggunaan obat antivirus seperti highly active antiretroviral therapy (HAART) dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka transmisi perinatal mother to child trasmission (MTCT) penyakit ini dari 30% menjadi 20%. Manejemen antenatal, persalinan, dan perawatan pascasalin yang terkontrol dengan baik pada ibu hamil dengan HIV dapat mencegah transmisi perinatal.
Efek Kehamilan Pada AIDS Kadar plasma HIV dan sel CD4 merupakan penanda beratnya penyakit. Kadar rata-rata CD4 pada orang dewasa sehat 500-1.500 sel/ìL. Pada semua wanita hamil kadar CD4 menurun 543±169 sel/ìL tetapi tidak menggambarkan terinfeksi atau tidaknya wanita tersebut oleh HIV. Kehamilan tidak dihubungkan dengan beratnya AIDS. Sedangkan Efek AIDS pada kehamilan Infeksi HIV meningkatkan insidensi gangguan pertumbuhan janin dan persalinan prematur pada wanita dengan penurunan kadar CD4 dan penyakit yang lanjut. Tidak ditemukan hubungan kelainan kongenital dengan infeksi HIV. Semua wanita hamil HIV positif harus dilakukan pemeriksaan yang ketat dan dilakukan juga pengobatan terhadap infeksi genital selama kehamilannya. Hal ini harus dilakukan sedini mungkin. Salah satunya Ultrasonografi (USG) mendetail tentang adanya anomali janin sangat penting dilakukan terutama wanita hamil yang telah terpapar obat HAART dan antagonis folat yang digunakan untuk profilaksis PCP, dengan Monitoring janin intensif termasuk adanya gangguan anatomi, gangguan pertumbuhan, dan fetal well being pada saat trisemester III diharuskan pada ibu hamil yang mendapat obat kombinasi HAART untuk melihat efek obat pada janin.

PECEGAHAN :
HIV sering ditransmisikan melalui darah, sehingga usaha pencegahan dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: meskipun asimtomatik setiap individu yang terinfeksi HIV dapat menularkan-nya kepada individu yang lain, sehingga dibutuhkan pemeriksaan kesehatan rutin. Individu yang terinfeksi dilarang untuk menjadi pendonor baik itu donor darah, plasma, organ tubuh, jaringan, atau sperma. Seluruh peralatan yang dapat berkontaminasi dengan darah seperti sikat gigi atau alat cukur tidak boleh digunakan bersama. Penderita HIV harus mengatakan kepada pihak medis bahwa mereka terinfeksi dan bila membutuhkan perawatan kesehatan harus mendapatkan perawatan khusus sesuai dengan prosedur penanganan penderita HIV untuk menghindari penularan kepada orang lain. Pemeriksaan antibodi HIV harus diberikan terhadap orang yang bertendensi berkontak dengan penderita seropositif seperti pasangan seksual, orang yang sering bertukar pakai jarum, dan bayi yang dilahirkan dari ibu seropositif.
                                                                                                                                      
PENATALAKSANAAN:
1.    Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:
a.       Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun).
b.      Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif.
c.       Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.
d.      Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya
Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV.
Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV dan AIDS, dan penyakit IMS dan di dalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIV dan AIDS dikalangan remaja semakin baik.
Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIV menggunakan strategi “ABCD”, yaitu :
a.       A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah;
b.      B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan);
c.       C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom;
d.      D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada pencegahan primer antara lain:
a.       Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HIV dan AIDS dan Kesehatan Reproduksi, baik secara individu maupun kelompok, untuk:
1)      Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara menghindari penularan HIV dan IMS.
2)       Menjelaskan manfaat mengetahui status atau tes HIV sedini mungkin.
3)      Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang tata laksana ODHA perempuan.
4)      Meningkatkan keterlibatan aktif keluarga dan komunitas untuk meningkatkan pengetahuan komprehensif HIV dan IMS
Sebaiknya, pesan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga disampaikan kepada remaja, sehingga mereka mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV. Informasi tentang Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga penting disampaikan kepada masyarakat luas sehingga dukungan masyarakat kepada ibu dengan HIV dan keluarganya semakin kuat.
b.      Mobilisasi masyarakat
1)      Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau posyandu) sebagai pemberi informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk membantu klien mendapatkan akses layanan kesehatan.
2)      Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS, termasuk melalui penggunaan kondom dan alat suntik steril.
3)      Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi
c.       Layanan tes HIV
Konseling dan tes HIV dilakukan melalui pendekatan Konseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) dan Konseling dan Tes Sukarela (KTS), yang merupakan komponen penting dalam upaya Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Cara untuk mengetahui status HIV seseorang adalah melalui tes darah. Prosedur pelaksanaan tes darah dilakukan dengan memperhatikan 3 C yaitu Counselling, Confidentiality, dan informed consent.  Jika status HIV ibu sudah diketahui,
1)      HIV positif: lakukan intervensi PPIA komprehensif agar ibu tidak menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya
2)      HIV negatif: lakukan konseling tentang cara menjaga agar tetap HIV negatif
Layanan konseling dan tes HIV diintegrasikan dengan pelayanan KIA sesuai dengan strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan, agar:
1)      Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS;
2)      Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak ibu hamil, sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan lebih awal dan sedini mungkin.
3)      Penyampaian informasi dan tes HIV dapat dilakukan oleh semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS.
4)      Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan Tes HIV; petugas wajib menawarkan tes HIV dan melakukan pemeriksaan IMS, termasuk tes sifilis, kepada semua ibu hamil mulai kunjungan antenatal pertama bersama dengan pemeriksaan laboratorium lain untuk ibu hamil (inklusif dalam paket pelayanan ANC terpadu).
5)      Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangan laki-laki perempuan dan ibu hamil yang dites (couple conselling);
6)      Di setiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan layanan PPIA dalam paket pelayanan KIA, harus ada petugas yang mampu melakukan konseling dan tes HIV;
7)      Di layanan KIA, konseling pasca tes bagi perempuan HIV negatif difokuskan pada informasi dan bimbingan agar klien tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya;
8)      Konseling penyampaian hasil tes bagi perempuan atau ibu hamil yang HIV positif juga memberikan kesempatan untuk dilakukan konseling berpasangan dan penawaran tes HIV bagi pasangan laki-laki;
9)      Pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV harus terjamin;
10)  Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik KIA berarti mengintegrasikan juga program HIV dan AIDS dengan layanan lainnya, seperti pemeriksaan rutin untuk IMS, pengobatan IMS, layanan kesehatan reproduksi, pemberian gizi tambahan, dan keluarga berencana;
11)  Upaya pengobatan IMS menjadi satu paket dengan pemberian kondom sebagai bagian dari upaya pencegahan.
d.      Dukungan untuk perempuan yang HIV negatif.
1)      Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya tetap HIV negatif;
2)      Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV;


c. Membuat pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria, sehingga mudah dan dapat diakses oleh suami/pasangan ibu hamil;
d. Mengadakan kegiatan konseling berpasangan pada saat kunjungan ke layanan KIA;
e. Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan mendorong dialog yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya tentang perilaku seksual yang aman;
f. Memberikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami bahwa dengan melakukan hubungan seksual yang tidak aman, dapat berakibat pada kematian calon bayi, istri dan dirinya sendiri;
g. Menyampaikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami tentang pentingnya memakai kondom untuk mencegah penularan HIV.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar