Total Tayangan Halaman

Minggu, 03 April 2016

Menanggulangi HIV/AIDS dan Narkoba Penerapan dengan Nilai-nilai Agama

 

Pendahuluan

1.            Pengidap HIV/AIDS dalam catatan WHO kian tahun bertambah. Di Indonesia jumlahnya mengalami peningkatan  termasuk Sumatera Barat sudah terdeteksi adanya pengidap HIV/AIDS tersebut.
2.            Pengidap HIV/AIDS dan penularannya disebabkan oleh hubungan kelamin gonta-ganti, baik terhadap lain jenis ataupun hubungan kelamin sama sejenis. Penularan kedua disebabkan oleh pemakaian suntikan atau mungkin juga oleh infeksi darah. Bila dilakukan di Rumah Sakit, kecil kemungkinan bisa terjadi, karena adanya sterilisasi. Kecuali kalau adanya kelalaian. Penggunaan alat suntik banyak dilakukan oleh pemakai obat bius, Narkoba.
3.            Agama Islam menyebut hubungan kelamin gonta ganti pasangan itu ZINA dan dengan lawan sejenis namanya LIWATH (homosexual) yang sangat dicela dan pernah dilakukan oleh umat Nabi Luth. Untuk kasus umat Nabi Luth ini jawaban penyelesaiannya adalah negeri itu ditelungkupkan oleh Allah. Peristiwa ini diceritakan oleh Kitab-kitab Suci yang ada.
4.            Beberapa negara didunia yang menganut faham libaralisme dan teguh memperjuangkan hak asasi manusia sangat melindungi kebebasan individu dan masyarakat untuk memiliki kebebasan, sampai kepada kebebasan melakukan hubungan sex dengan siapa saja atas dasar suka sama suka. Bahkan kaum homosex perlu dilindungi keberadaannya dan dibuatkan undang-undang yang menjamin akan kebebasan mereka untuk saling menjual diri sesama termasuk perlindungan kepada wanita-wanita pekerja sex, yang tidak lebih kerjanya hanya sebgai pelacur atau pezina.
5.            Agama menetapkan pezina itu tidak boleh berhubungan kelamin dengan orang baik-baik (mukmin) kecuali sesama mereka ahli pezina yakni antara pelacur laki-laki sesama pelacur laki-laki, atau pelacur laki-laki dengan pelacur perempuan.
6.            Bila terjadi hubungan dengan pelacur (laki-laki atau perempuan) kemudian berhubungan dengan keluarga baik-baik, inilah yang menyebabkan terjadinya penularan penyakit berbahaya itu.
7.            Laporan Kasus Narkoba 1999 Kapolda Sumbar hampir seluruh Resort Kepolisian (8 Polres) telah ditangkap banyak pelaku pengedar Narkoba (Ganja, Shabu-Shabu dan ectacy). Pelakunya berbagai kalangan Swasta, Penganggur, Mahasiswa, Pelajar SMU, pedagang, PNS, tani, sopir). Data yang tidak ada hanya di Polres Pasaman.[2]
8.            Berita-berita dari TV dan Radio bahwa masyarakat menyatakan perang terhadap Narkoba. Ungkapan Koran setiap hari menyebut tentang bahaya Narkoba ini. Narkoba sebenarnya saudara kembar Pekat. Kedua-duanya anak kandung dari keluarga GelapJahili.

 

Bahayanya sangat besar

(1). Pezina membahayakan dirinya dan orang lain, terutama keluarga terdekat, menjadi penyebarnya penyakit sipilis, kelamin, HIV/AIDS dan lain-lain.
(2). Pencandu Narkoba-Miras, adalah petaka pemakainya,
  • merubah kepribadian secara drastic, penantang, pemarah dan pelawan,
  • masa bodoh terhadap dirinya, semangat belajar menurun, berperangai seperti orang gila,
  • kejahatan sexual meruyak termasuk anak-anak dibawah umur,
  • hilang norma-norma hidup beradat, beragama, berhukum,
  • bisa menjadi penyiksa, putus asa, pemalas,
  • tidak punya harapan masa depan.
(3). Membahayakan sendi kehidupan bermasyarakat,
  • mengambil milik orang (mencuri),berbuat mesum,
  • mengganggu ketertiban umum,
  • tidak ada penyesalan berbuat kesalahan.
(4). Membahayakan bangsa dan negara.
·         Mengancam ketahanan nasional. Rusak generasi pewaris bangsa.
·         Hilangnya patriotisme. Musnah rasa cinta berbangsa.
·         Mengancam stabilitas keamanan kawasan.
Konspirasi internasional.
Pertentangan diantara penguasa dan pengusaha dalam percaturan politik internasional sering mengarah kepada persekongkolan. Lahirnya kekuatan anti agama bergulir menjadi konspirasi internasional. Sasaran utama di arahkan kepada kelompok beragama (islam) sejagat. Dengan melumpuhkan umat secara sistematik. Berkembangnya citra (imej) bahwa paham-ajaran agama adalah musuh bagi kehidupan manusia.
·         Tatanan dunia akan makmur mengikut lobi-lobi kebebasan.
·         Penerapannya berbingkai ethnic cleansing.
·         Tuduhan teroris ditujukan kepada gerakan dakwah dan penggelaran fundamentalis, radikalisme, keterbelakangan, tidak sesuai dengan kemajuan zaman.
·         Sasaran akhir kalangan generasi muda.
·         Dunia remaja menjadi enggan menerima ajaran agama dalam  kehidupan kesehariannya.
·         Konsepsi Islam dilihat hanya sebatas ritual dan seremonial.
·         Agama dianggap tidak cocok untuk menata kehidupan sosial ekonomi dan politik bangsa-bangsa.
·         Hubungan manusia secara internasional tidak pantas di kover oleh ajaran agama.
·         Pemahaman picik bahwa agama hanya bisa di terapkan untuk kehidupan akhirat tampak berkembang pesat. Agama tidak pantas menjawab tantangan dan penyelia tatanan masa kini.
·         Gejala lain adalah maraknya kehidupan sekuler materialisma. Dalam Islam diamati sebagai suatu tadzkirah (warning dan peringatan) wahyu, bila mampu dipahami secara jelas tertera dalam Al Quran (lihat QS. Al-Baqarah 120).
Hak asasi manusia.
Hak asasi akan selalu terpelihara dan terjamin, selagi kemerdekaan bertumpu kepada terpeliharanya kesopanan umum dan ketertiban negeri.
Hak asasi manusia secara pribadi tetap akan terlindungi bila setiap orang memandang dengan sadar bahwa setiap orang memiliki hak untuk tidak berbuat sesuka hati. Bila dalam mempertahankan hak asasinya mulai bertindak dengan tidak mengindahkan hak-hak orang lain, pada saat yang sama semua hak asasi itu tidak terlindungi lagi.
Kewajiban asasi untuk tidak melanggar kehormatan orang lain akan memberikan penghormatan kepada kemerdekaan orang lain, senyatanya adalah bingkai dari hak asasi manusia yang sebenarnya.
Perangi sungguh-sungguh.
(1). HIV/AIDS dan NARKOBA mestinya diperangi secara terpadu oleh seluruh lapisan masyarakat, petugas kemananan, kalangan pendidikan, sekolah dan kampus, alim ulama, ninik mamak, pendeknya seluruh elemen masyarakat.
(2). Iklan-iklan HIV/AIDS pada masa sekarang ini lebih banyak menguntungkan bagi produk kondom daripada takutnya kalangan pecandu sex bebas untuk melakukan perzinaan terang-terangan. Karena itu perlu diperankan agama dalam melawannya.
(3). Untuk Narkoba bisa dilaksanakan dengan,
  • Musnahkan.
  • Putuskan jaringan pengedaran.
  • Tegakkan hukum yang tegas.
  • Berikan penyuluhan masyarakat. Lakukan pencegahan.
  • Bina keluarga, remaja dan lingkungan,
  • Lakukan kegiatan edukasi. Menghilangkan factor penyebab dalam kerangka pre-emtif.
  • Preventif, mengawasi ketat jalur dan oknum pengedarnya, sehingga police hazard (potensi kejahatan) tidak berkembang menjadi ancaman factual.
  • Represif, penindakan tegas. Penegakan hukum secara tegas, dasarnya diatur oleh UU No.22 tahun 1997, UU.No.5 tahun 1997 yang dikenakan terhadap pemakai, pengedar, pembuat, pemasok, pemilik, penyimpan, pembawa untuk tujuan penyalah gunaan.
  • Narkoba diperangi dengan memutus jalur pengedaran.
Membongkar sindikasinya.
Mengungkap secara radikal latar belakang jaringannya.
Aparat keamanan dan kepolisian mesti bertindak konsekwen.
Melakukan rehabilitasi, overhead cost-nya sangat tinggi.
Hancurnya satu generasi, dan punahnya satu bangsa. Inilah yang sangat ditakutkan. Namun ada negara dunia yang terselubung menjadi sarang mafia pengedaran Narkoba Internasional.

Perspektif Agama

Agama Islam menempatkan NARKOBA dan MIRAS sebagai barang haram, menurut dalil Al Qurani.
a.                  Khamar, segala minuman (ic. Makanan) yang memabukkan, dan judi. Disebutkan dalam QS.2: 219 “ Pada keduanya itu terdapat dosa besar, dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi “dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya”.
b.                  Khamar, judi (al-maysir), berkurban untuk berhala (al-anshab) dan mengadu nasib dengan anak panah (al-azlam), adalah keji (rijsun) dari amalan syaithan. Jauhilah agar menang. (QS.5, al-Maidah:90).
c.                   Permusuhan dan kebencian (kekacauan) ditengah kehidupan masyarakat ditimbulkan lantaran minuman khamar dan judi. Inilah kerja syaitan. Berakibat kepada lalai mengingat Allah dan meninggalkan shalat. Karena itu berhentilah. (QS.5:91).
d.                 Hadist diriwayatkan Tirmidzi dari Shahabat Anas RA, bahwa “Rasul SAW melaknat sepuluh orang disebabkan khamar (la’ana Rasulullah SAW fil-khamr ‘asyaratan):
  • Orang yang memerasnya (pembuatnya, ‘aa-shirahaa),
  • yang menyuruh memeras (produsen, mu’tashirahaa),
  • peminumnya (konsumen, syaa-ribahaa),
  • pembawanya (distributor, haa-milahaa),
  • yang minta diantarinya (pemesan, al-mahmulata ilaihi),
  • yang menuangkannya (pelayan, saa-qiyahaa),
  • penjualnya (retailer, baa-I’a-haa),
  • pemakan hasil penjualannya (aa-kila tsamanihaa),
  • pembelinya (al-musytariya lahaa),
  • yang minta dibelikannya (al-musytaraa-ta-lahu).
Hadist ini terdapat didalam Jami’ Tirmizi.[3]
e. Zina yang menjadi penyebab HIV/AIDS perlu diperangi sesuai bimbingan Agama. Disekolah-sekolah perlu diajarkan kembali etika pergaulan yang semestinya berisi ajaran bahwa pergaulan bebas itu terlarang oleh agama dan adat. Tidak semua kebisaaan dari Barat itu baik untuk ditiru.

Pandangan Adat di Ranah Minang

Di Ranah Minang, delapan perbuatan terkutuk, sangat dibenci. Pelakunya dikucilkan, digantung tinggi, dibuang jauh dan kebawah tak berurat keatas tak berpucuk dan ditengah digiriak kumbang.
Sumpah masyarakat sangat ditakuti oleh masyarakat beradat terhadap bahaya tuak, arak, sabuang, judi, rampok, rampeh, candu dan madat.
Rampok rampeh adalah penggambaran terhadap pelacur dan penjaja sex, dan perampas kebahagiaan rumah tangga, perampok kesehatan keluarga.


Kesimpulan

            (1). Hanya satu kesimpulan; NARKOBA dan MIRAS, dalam pandangan dan ajaran agama Islam, adalah haram secara syar’i. Sangat membahayakan. Berdosa besar. Walau manfaatnya ada, tetapi mudharatnya lebih besar.
Perlu di berantas dengan berbagai cara. Secara adat dibenci. Ditinjau dari segi keamanan dan stabilitas, sangat berbahaya.
Menurut UU No.22/1997 pasal 78 ayat 1, ancaman pidana sepuluh tahun atau denda 500 juta rupiah.
UU. No.5/1997 pasal 59 ayat 1, pengguna, memproduksi, pengimpor,  penyimpan, pembawa, bisa diancam pidana 15 tahun dan denda 750 juta rupiah. Pasal 59 ayat 2, bila terorganisir diancam pidana 20 tahun atau denda 750 juta rupiah, Dan pasal 59 ayat 3 bila korporasi, jaringan sindikasi, diancam pidananya tambah lagi dengan denda 5 milyar rupiah.
Sudah cukup berat bukan ???
Pertanyaannya, kenapa belum dilaksanakan ???
(2). Sulitnya memberantas peredaran Narkoba ini, menimbulkan dugaan kuat adanya jaringan luas secara internasional. Dan tidak tertutup kemungkinan bahwa para Mafia Yahudi Internasional bermain padanya. Sebagaima diyakini bahwa gerakan Kristenisasi Internasional itu tidak semata batasnya isu agama tetapi lebih banyak kepada konspirasi politik, ekonomi, dan penguasaan suatu wilayah negara asing dengan kekuatan apa saja.
(3). Maka petugas keamanan terutama kepolisian perlu membersihkan diri dan citranya ditengah masyarakat luas.

ORANG DENGAN HIV/ AIDS


ODHA dan dirinya...
ODHA adalah sebutan untuk orang-orang yang telah mengidap HIV/AIDS. Adapun gejala-gejala seseorang kemungkinan terjangkit HIV diantaranya adalah sebagai berikut :
  • Rasa Lelah Berkepanjangan
  • Sesak nafas dan batuk yang berkepanjangan
  • Berat badan turun secara menyolok
  • Pembesaran kelenjar (di leher, ketiak, lipatan paha) tanpa sebab yang jelas
  • Bercak merah kebiruan pada kulit (kanker kulit)
  • Sering demam (lebih dari 38 derajat Celcius) disertai keringat malam tanpa sebab yang jelas
  • Diare lebih dari satu bulan tanpa sebab yang jelas
Pada awal-awal kasus terjangkitnya HIV, kebanyakan orang tersebut cenderung menunjukkan reaksi-reaksi keras seperti menolak hasil tes, menangis, menyesali dan memarahi diri sendiri, bahkan mengucilkan diri sendiri. Saat-saat seperti itu merupakan gejala psikologis yang justru dapat membuat orang tersebut semaikin terpuruk. Pembinaan terhadap ODHA diperlukan agar selanjutnya ODHA kembali melanjutkan hidup.
ODHA bukan berarti akhir. ODHA masih dapat bertahan hidup selama 5-10 tahun. Sekarang tinggal bagaimana ODHA itu sendiri mengisi hidupnya yang lebih berguna bagi diri sendiri. Menjalani hidup yang produktif dengan :
  • Mengikuti diet tinggi akan protein dan kilojoule yang sehat
  • Mengatur tingkat stress dan emosinya, misalnya dengan perilaku emosi dan spriritual yang sehat berimbang
  • Seks yang aman, misalnya dengan menggunakan kondom agar tidak melakukan penularan
  • Menjauhkan diri dari narkoba (drugs) , minuman keras, rokok
  • Menjaga kesehatan makanan, minuman, tempat tinggal, pakaian, dan badan
  • Konsultasi ke dokter secara teratur
  • Memilih pergaulan yang bagus
ODHA, keluarga, dan masyarakat...
Keluarga merupakan pihak pertama yang berhak dan berkewajiban atas kondisi ODHA. Jika dalam keluarga saja ODHA sudah dikucilkan bagaimana dengan dunia di luar keluarga. Sudah seharusnya keluarga yang menjadi pendamping, pendukung, dan pelindung bagi ODHA. Untuk menjadi pendamping ODHA, seseorang harus mengutarakan kejujuran terlebih dahulu, paham seluk beluk HIV/AIDS, mengenali watak dari ODHA sehingga sebagai pendamping, orang tersebut bisa memahami ODHA.
Respon masyarakat terhadap virus HIV merupakan pengaruh bagi ODHA. Mungkin beberapa lapisan masyarakat belum bisa menerima ODHA dilingkungan mereka karena mereka menganggap ODHA itu membahayakan. Sebenarnya dukungan dan respon yang positif dari orang-orang disekitar ODHA adalah orang-orang yang sebenarnya bisa memberikan semangat untuk berpikir positif untuk hidupnya dan juga bisa memberikan hal-hal yang berguna bagi masyarakat disekitar ODHA tersebut.
Beberapa tindakan keluarga dan masyarakat yang diharapkan dalam membantu dan mendukung ODHA misalnya
  • Family concept, artinya lingkungan rumah atau suasana rumah diciptakan agar pengidap HIV seperti merasa benar-benar berada di rumah, misalnya mendapat kasih sayang, dan rasa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
  • Role Model, adalah menggunakan orang yang pernah mengalami kejadian yang serupa dengan pengidap HIV untuk menceritakan apa yang harus dikerjakan di masa datang.
  • Positive Peer Pressure, adalah saling bertukar pikiran dalam satu kelompok agar saling menilai dan memotivasi diri, contohnya tidak kembali kepada ketergantungan terhadap narkotika.
  • Theurapeutic Session, yaitu konsultasi, penyuluhan dan terapi .
  • Moral and Religius Session, yaitu mensyukuri anugerah Tuhan yang masih menyayangi dengan memberikan ujian yang berat, agar lebih bisa mendekatkan diri dengan-Nya.
Dengan memberikan perhatian terhadap ODHA, jangan pernah mengucilkan ODHA dan ikut menyertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat, dengan begitu akan menambah semangat mereka untuk hidup dengan lebih baik. Contoh-contoh kegiatan yang dapat dilakukan yaitu penyuluhan-penyuluhan kesehatan (dalam kesempatan tersebut, ODHA diharapkan dapat menceritakan kisah mereka di masa lalu dan mengingatkan bahaya AIDS supaya masyarakat tidak mengikuti jejak yang telah mereka tempuh).
Keluarga dan masyarakat harus menjadi pihak yang mengasihi, bukan sebagai pihak yang membenci karena dalam membina persahabatan antara ODHA dan non-ODHA dibutuhkan saling keterbukaan saling menerima apa adanya.

Penularan HIV AIDS di Indonesia

 

Penularan hiv aids

Seperti kita ketahui, penularan hiv aids bisa bersifat seksual maupun non-seksual. Bersifat seksual artinya penularan tersebut melalui hubungan intim dimana salah satu pihak sudah terkena virus hiv terlebih dahulu. Dan bersifat non-seksual jika penularan itu terjadi selain lewat hubungan intim, seperti transfusi darah, pemakaian jarum suntik bersama, ataupun pada saat persalinan dari ibu yang terkena virus hiv kepada bayinya. 
Dari sekian banyaknya kasus hiv aids di Indonesia, maka 95 % diantaranya disebabkan oleh hubungan seksual. Dari jumlah tersebut 65 % merupakan hubungan heteroseksual dan 30 % homoseksual.  Yang mengagetkan adalah baru-baru ini terungkap fakta bahwa penularan hiv aids dikalangan ibu rumah tangga lebih tinggi dari pada penularan yang terjadi pada pekerja seks komersial (PSK), seperti dilaporkan oleh beberapa Komisi Penanggulangan Aids (KPA) di daerah Bangka Belitung dan Yogyakarta.

Hiv Aids di Indonesia

Kasus hiv aids di negara kita pertama kali muncul pada 1987, di Bali. Saat itu seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Denpasar, karena terkena penyakit hiv aids. Setelah itu bermunculan beberapa kasus hiv aids yang lain.
Untuk menangani berbagai kasus hiv aids di Indonesia dibentuklah Komisi Penanggulangan Aids dengan dibantu oleh Badan Koordinasi keluarga Berencana nasional (BKKBN). Setidaknya dewasa ini ada delapan provinsi yang menjadi prioritas penanggulangan hiv aids yaitu : Papua, Papua Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Meski telah banyak upaya dilakukan untuk mencegah hiv aids, namun sejumlah kasus hiv aids di Indonesia menunjukkan, betapa banyak penularan hiv aids terjadi karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat pada penyakit ini. Kenyataan tersebut ibarat menggugat kita pada pertanyaan yakni apakah semua upaya yang telah dilakukan untuk mencegah penyebaran hiv aids itu berdampak efektif di masyarakat ? Ataukah kita salah prediksi dengan menganggap seolah masyarakat sudah mengerti dan menyadari betul tentang bahaya hiv aids, padahal faktanya tidak demikian ?
Pemerintah dalam hal ini KPA dan BKKBN serta berbagai elemen masyarakat memang tak pernah berhenti memberikan informasi seputar hiv aids. Begitupun berbagai sarana dipakai untuk membantu masyarakat memahami tentang apa dan bagaimana penyebab, gejala, pencegahan, dan cara penularan hiv aids. Dari sarana yang paling sederhana seperti temu wicara masyarakat dengan petugas penyuluhan hiv aids di pelosok desa, sampai yang melibatkan perangkat hi-tech dan multimedia terkini.
Nyatanya potret penularan hiv aids dan penyebarannya di Indonesia mencuatkan hal yang paradoksal. Disatu sisi tak bisa dipungkiri bahwa, pemerintah dan berbagai elemen masyarakat telah banyak melakukan upaya dalam pencegahan hiv aids di Indonesia. Namun pada sisi lain korban terus berjatuhan, dan jumlah penderita hiv aids menunjukkan grafik yang meningkat dari tahun ke tahun. Selain paradoksal kenyataan itu juga menggelitik untuk segera dicari jawabannya.
Jika demikian halnya, adalah wajar bila kita bertanya apakah semua upaya yang dilakukan itu berdampak efektif dalam mencegah penularan hiv aids dan penyebarannya di masyarakat ? Jika ada yang kurang dalam upaya tersebut, lalu apa yang mesti ditambahkan ? Jika ada yang salah, lalu apa yang harus dikoreksi ? Semua itu adalah agar korban tidak terus berjatuhan dan jumlah penderita hiv aids tidak lagi bertambah

Cara baru dalam penanganan hiv aids

Mencegah penularan dan penyebaran hiv aids di Indonesia, memang bukan pekerjaan mudah. Penularan dan penyebaran penyakit hiv aids merupakan masalah sosial yang dipengaruhi banyak faktor. Misalnya budaya, sikap mental, pengetahuan, kesadaran masyarakat, pendekatan, teknik dan cara penyuluhan hiv aids itu sendiri, isi pesan yang disampaikan dan lain-lain.
Seharusnya dengan semakin banyak upaya atau program dilakukan untuk mencegah hiv aids, maka korban dan penderita hiv aids akan turun. Namun faktanya tidak demikian. Kecenderungannya penderita aids terus meningkat dari waktu ke waktu.
Jika demikian, mungkinkah kita memerlukan cara penanganan hiv aids yang baru, yang berbeda dari sebelumnya ? Yaitu agar penularan dan penyebaran hiv aids di Indonesia bisa segera diatasi bersama.
Salah satu yang sering dikesampingkan dalam penanganan hiv aids adalah pendekatan moral dan agama. Pendekatan moral dan agama sudah dianggap “tidak penting” lagi. Buktinya adalah adanya wacana pembagian kondom gratis untuk mencegah penularan hiv aids di kalangan masyarakat yang rentan terhadap bahaya hiv aids.
Wacana itu pun menuai banyak kritikan karena dianggap memberi peluang bagi seks bebas yang dilarang agama. Wacana itu lalu dihentikan, tapi hal itu terlanjur membuktikan bahwa nilai-nilai moral dan keagamaan telah dinomorduakan dalam upaya pencegahan hiv aids.