Total Tayangan Halaman

Rabu, 30 Maret 2016

PENCEGAHAN DAN PENATALAKSANAAN INFEKSI HIV/AIDS PADA KEHAMILAN





Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus human immunodeficiency virus (HIV). AIDS dikarakteristikkan sebagai penyakit imunosupresif berat yang sering dikaitkan dengan infeksi oportunistik dan tumor ganas serta degenerasi susunan saraf pusat. Penggunaan obat antivirus seperti highly active antiretroviral therapy (HAART) dan persalinan berencana dengan seksio sesaria telah menurunkan angka transmisi perinatal mother to child trasmission (MTCT) penyakit ini dari 30% menjadi 20%. Manejemen antenatal, persalinan, dan perawatan pascasalin yang terkontrol dengan baik pada ibu hamil dengan HIV dapat mencegah transmisi perinatal.
Efek Kehamilan Pada AIDS Kadar plasma HIV dan sel CD4 merupakan penanda beratnya penyakit. Kadar rata-rata CD4 pada orang dewasa sehat 500-1.500 sel/ìL. Pada semua wanita hamil kadar CD4 menurun 543±169 sel/ìL tetapi tidak menggambarkan terinfeksi atau tidaknya wanita tersebut oleh HIV. Kehamilan tidak dihubungkan dengan beratnya AIDS. Sedangkan Efek AIDS pada kehamilan Infeksi HIV meningkatkan insidensi gangguan pertumbuhan janin dan persalinan prematur pada wanita dengan penurunan kadar CD4 dan penyakit yang lanjut. Tidak ditemukan hubungan kelainan kongenital dengan infeksi HIV. Semua wanita hamil HIV positif harus dilakukan pemeriksaan yang ketat dan dilakukan juga pengobatan terhadap infeksi genital selama kehamilannya. Hal ini harus dilakukan sedini mungkin. Salah satunya Ultrasonografi (USG) mendetail tentang adanya anomali janin sangat penting dilakukan terutama wanita hamil yang telah terpapar obat HAART dan antagonis folat yang digunakan untuk profilaksis PCP, dengan Monitoring janin intensif termasuk adanya gangguan anatomi, gangguan pertumbuhan, dan fetal well being pada saat trisemester III diharuskan pada ibu hamil yang mendapat obat kombinasi HAART untuk melihat efek obat pada janin.

PECEGAHAN :
HIV sering ditransmisikan melalui darah, sehingga usaha pencegahan dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: meskipun asimtomatik setiap individu yang terinfeksi HIV dapat menularkan-nya kepada individu yang lain, sehingga dibutuhkan pemeriksaan kesehatan rutin. Individu yang terinfeksi dilarang untuk menjadi pendonor baik itu donor darah, plasma, organ tubuh, jaringan, atau sperma. Seluruh peralatan yang dapat berkontaminasi dengan darah seperti sikat gigi atau alat cukur tidak boleh digunakan bersama. Penderita HIV harus mengatakan kepada pihak medis bahwa mereka terinfeksi dan bila membutuhkan perawatan kesehatan harus mendapatkan perawatan khusus sesuai dengan prosedur penanganan penderita HIV untuk menghindari penularan kepada orang lain. Pemeriksaan antibodi HIV harus diberikan terhadap orang yang bertendensi berkontak dengan penderita seropositif seperti pasangan seksual, orang yang sering bertukar pakai jarum, dan bayi yang dilahirkan dari ibu seropositif.
                                                                                                                                      
PENATALAKSANAAN:
1.    Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke anak Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilaksanakan melalui kegiatan komprehensif yang meliputi empat pilar (4 prong), yaitu:
a.       Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi (15-49 tahun).
b.      Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada perempuan HIV positif.
c.       Pencegahan penularan HIV dari ibu hamil ke bayi yang dikandungnya.
d.      Dukungan psikologis, sosial, dan perawatan kesehatan selanjutnya kepada ibu yang terinfeksi HIV dan bayi serta keluarganya
Pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi
Langkah dini yang paling efektif untuk mencegah terjadinya penularan HIV pada anak adalah dengan mencegah penularan HIV pada perempuan usia reproduksi 15-49 tahun (pencegahan primer). Pencegahan primer bertujuan mencegah penularan HIV dari ibu ke anak secara dini, yaitu baik sebelum terjadinya perilaku hubungan seksual berisiko atau bila terjadi perilaku seksual berisiko maka penularan masih bisa dicegah, termasuk mencegah ibu dan ibu hamil agar tidak tertular oleh pasangannya yang terinfeksi HIV.
Upaya pencegahan ini tentunya harus dilakukan dengan penyuluhan dan penjelasan yang benar terkait penyakit HIV dan AIDS, dan penyakit IMS dan di dalam koridor kesehatan reproduksi. Isi pesan yang disampaikan tentunya harus memperhatikan usia, norma, dan adat istiadat setempat, sehingga proses edukasi termasuk peningkatan pengetahuan komprehensif terkait HIV dan AIDS dikalangan remaja semakin baik.
Untuk menghindari perilaku seksual yang berisiko upaya mencegah penularan HIV menggunakan strategi “ABCD”, yaitu :
a.       A (Abstinence), artinya Absen seks atau tidak melakukan hubungan seks bagi orang yang belum menikah;
b.      B (Be Faithful), artinya Bersikap saling setia kepada satu pasangan seks (tidak berganti-ganti pasangan);
c.       C (Condom), artinya Cegah penularan HIV melalui hubungan seksual dengan menggunakan kondom;
d.      D (Drug No), artinya Dilarang menggunakan narkoba.
Kegiatan yang dapat dilakukan pada pencegahan primer antara lain:
a.       Menyebarluaskan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) tentang HIV dan AIDS dan Kesehatan Reproduksi, baik secara individu maupun kelompok, untuk:
1)      Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang cara menghindari penularan HIV dan IMS.
2)       Menjelaskan manfaat mengetahui status atau tes HIV sedini mungkin.
3)      Meningkatkan pengetahuan petugas kesehatan tentang tata laksana ODHA perempuan.
4)      Meningkatkan keterlibatan aktif keluarga dan komunitas untuk meningkatkan pengetahuan komprehensif HIV dan IMS
Sebaiknya, pesan Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga disampaikan kepada remaja, sehingga mereka mengetahui cara agar tidak terinfeksi HIV. Informasi tentang Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak juga penting disampaikan kepada masyarakat luas sehingga dukungan masyarakat kepada ibu dengan HIV dan keluarganya semakin kuat.
b.      Mobilisasi masyarakat
1)      Melibatkan petugas lapangan (seperti kader kesehatan/PKK, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB), atau posyandu) sebagai pemberi informasi pencegahan HIV dan IMS kepada masyarakat dan untuk membantu klien mendapatkan akses layanan kesehatan.
2)      Menjelaskan tentang cara pengurangan risiko penularan HIV dan IMS, termasuk melalui penggunaan kondom dan alat suntik steril.
3)      Melibatkan komunitas, kelompok dukungan sebaya, tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam menghilangkan stigma dan diskriminasi
c.       Layanan tes HIV
Konseling dan tes HIV dilakukan melalui pendekatan Konseling dan Tes atas Inisiasi Petugas Kesehatan (TIPK) dan Konseling dan Tes Sukarela (KTS), yang merupakan komponen penting dalam upaya Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak. Cara untuk mengetahui status HIV seseorang adalah melalui tes darah. Prosedur pelaksanaan tes darah dilakukan dengan memperhatikan 3 C yaitu Counselling, Confidentiality, dan informed consent.  Jika status HIV ibu sudah diketahui,
1)      HIV positif: lakukan intervensi PPIA komprehensif agar ibu tidak menularkan HIV kepada bayi yang dikandungnya
2)      HIV negatif: lakukan konseling tentang cara menjaga agar tetap HIV negatif
Layanan konseling dan tes HIV diintegrasikan dengan pelayanan KIA sesuai dengan strategi Layanan Komprehensif Berkesinambungan, agar:
1)      Konseling dan tes HIV dapat ditawarkan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS;
2)      Layanan konseling dan tes HIV di layanan KIA akan menjangkau banyak ibu hamil, sehingga pencegahan penularan ibu ke anaknya dapat dilakukan lebih awal dan sedini mungkin.
3)      Penyampaian informasi dan tes HIV dapat dilakukan oleh semua petugas di fasilitas pelayanan kesehatan kepada semua ibu hamil dalam paket pelayanan ANC terpadu, sehingga akan mengurangi stigma terhadap HIV dan AIDS.
4)      Pelaksanaan konseling dan tes HIV mengikuti Pedoman Konseling dan Tes HIV; petugas wajib menawarkan tes HIV dan melakukan pemeriksaan IMS, termasuk tes sifilis, kepada semua ibu hamil mulai kunjungan antenatal pertama bersama dengan pemeriksaan laboratorium lain untuk ibu hamil (inklusif dalam paket pelayanan ANC terpadu).
5)      Tes HIV ditawarkan juga bagi pasangan laki-laki perempuan dan ibu hamil yang dites (couple conselling);
6)      Di setiap jenjang layanan kesehatan yang memberikan layanan PPIA dalam paket pelayanan KIA, harus ada petugas yang mampu melakukan konseling dan tes HIV;
7)      Di layanan KIA, konseling pasca tes bagi perempuan HIV negatif difokuskan pada informasi dan bimbingan agar klien tetap HIV negatif selama kehamilan, menyusui dan seterusnya;
8)      Konseling penyampaian hasil tes bagi perempuan atau ibu hamil yang HIV positif juga memberikan kesempatan untuk dilakukan konseling berpasangan dan penawaran tes HIV bagi pasangan laki-laki;
9)      Pada setiap jenjang pelayanan kesehatan, aspek kerahasiaan ibu hamil ketika mengikuti proses konseling sebelum dan sesudah tes HIV harus terjamin;
10)  Menjalankan konseling dan tes HIV di klinik KIA berarti mengintegrasikan juga program HIV dan AIDS dengan layanan lainnya, seperti pemeriksaan rutin untuk IMS, pengobatan IMS, layanan kesehatan reproduksi, pemberian gizi tambahan, dan keluarga berencana;
11)  Upaya pengobatan IMS menjadi satu paket dengan pemberian kondom sebagai bagian dari upaya pencegahan.
d.      Dukungan untuk perempuan yang HIV negatif.
1)      Ibu hamil yang hasil tesnya HIV negatif perlu didukung agar status dirinya tetap HIV negatif;
2)      Menganjurkan agar pasangannya menjalani tes HIV;


c. Membuat pelayanan KIA yang bersahabat untuk pria, sehingga mudah dan dapat diakses oleh suami/pasangan ibu hamil;
d. Mengadakan kegiatan konseling berpasangan pada saat kunjungan ke layanan KIA;
e. Peningkatan pemahaman tentang dampak HIV pada ibu hamil, dan mendorong dialog yang lebih terbuka antara suami dan istri/ pasangannya tentang perilaku seksual yang aman;
f. Memberikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami bahwa dengan melakukan hubungan seksual yang tidak aman, dapat berakibat pada kematian calon bayi, istri dan dirinya sendiri;
g. Menyampaikan informasi kepada pasangan laki-laki atau suami tentang pentingnya memakai kondom untuk mencegah penularan HIV.

Kebijakan Program Upaya Kesehatan dan pelayanan kesehatan



A. Pengertian
Kebijakan sering diartikan sebagai sejumlah keputusan yang dibuat oleh mereka yang bertanggung jawab dalam bidang kebijakan tertentu bidang kesehatan, lingkungan, pendidikan atau perdagangan. Orang-orang yang menyusun kebijakan disebut dengan pembuat kebijakan. Kebijakan dapat disusun di semua tingkatan pemerintah pusat atau daerah, perusahan multinasional atau daerah, sekolah atau rumah sakit. Orang-orang ini kadang disebut pula sebagai elit kebijakan satu kelompok khusus dari para pmbuat kebijakan yang berkedudukan tinggi dalam suatu organisasi dan sering memiliki hubungan istimewa dengan para petinggi dari organisasi yang sama atau berbeda. Misal: elit kebijakan di pemerintahan dapat beranggotakan para menteri dalam kabinet, yang semuanya dapat berhubungan dan bertemu dengan para petinggi perusahaan multi nasional atau badan internasional, seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Kebijakan disusun disektor swasta dan pemerintah. Di sektor swasta, konglomerat multi nasional dapat menyusun kebijakan bagi semua anak perusahaannya diseluruh dunia, tetapi memberi kesempatan kepada anak perusahaan di daerah untuk memutuskan kebijakan mereka sendiri dengan sejumlah syarat. Sebagai contoh: perusahaan seperti Anglo-American dan Heineken mengeluarkan terapi anti-retroviral untuk para pekerjanya yang menderita HIV positif di Afrika ditahun 2000 sebelum pemerintah yang lain melakukan hal yang sama. Namun, perusahaan swasta harus memastikan bahwa kebijakan mereka disusun sesuai dengan hukum yang berlaku umum, yang disusun oleh pemerintah.
Kebijakan publik mengacu kepada kebijakan pemerintah. Sebagai contoh: Thomas Dye (2001) menyatakan bahwa kebijakan umum adalah segala sesuatu yang dipilih oleh pemerintah untuk dilaksanakan atau tidak. Ia berpendapat bahwa kegagalan untuk membuat keputusan atau bertindak atas suatu permasalahan juga merupakan suatu kebijakan. Misal: pemerintah Amerika terus menerus memutuskan untuk tidak menetapkan layanan kesehatan universal, tetapi mengandalkan program market-plus untuk warga sangat miskin dan lansia 65 th keatas, guna memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakatnya.
Ketika mempertimbangkan contoh-contoh dalam kebijakan publik, pembaca harus mempertimbangkan pula pernyataan atau pendapat resmi yang dikeluarkan oleh suatu pemerintah atau departemen. Pernyataan atau pendapat tersebut dapat digunakan dalam pencapaian tujuan tertentu (melaksanakan program pelarangan bertukar jarum guna mengurangi resiko diantara pengguna obat) atau menyelesaikan suatu masalah memungut tarif untuk kendaraan guna mengurangi kepadatan lalu lintas di daerah perkotaan).
Kebijakan dapat mengacu kepada kebijakan kesehatan atau ekonomi yang disusun pemerintah dimana kebijakan tersebut digunakan sebagai batasan kegiatan atau suatu usulan tertentu “dimulai pada tahun yang akan datang, akan menjadi suatu kebijakan universitas untuk memastikan bahwa seluruh mahasiswa diwakili di dewan mahasiswa”. Kadang kebijakan disebut sebagai suatu program: program kesehatan sekolah yang dicanangkan pemerintah dapat memiliki sejumlah kebijakan yang berbeda: menolak calon siswa sebelum mereka memperoleh vaksin imunisasi penyakit anak, menyelenggarakan pemeriksaan medis, mensubsidi makanan sekolah dan pendidikan kesehatan yang wajib disertakan dalam kurikulum. Program kesehatan sekolah tersebut menjadi kebijakan bagi anak usia sekolah. Dalam contoh ini, jelas bahwa kebijakan tidak hanya berpangkal pada satu keputusan saja tetapi meliputi sejumlah keputusan yang mengarah ke suatu arah tindakan yang luas sepanjang waktu. Keputusan atau tindakan ini dapat disengaja atau tidak sengaja terdefinisi atau dianggap sebagai kebijakan.
Seperti yang pembaca ketahui, ada banyak cara yang mendefinisikan kebijakan. Definisi kebijakan oleh Thomas Dye yang menyatakan bahwa kebijakan umum adalah apa yang dilaksanakan dan tidak dilaksanakan oleh pemerintah tampaknya berlawanan dengan asumsi yang lebih formal bahwa segala kebijakan disusun untuk mencapai suatu maksud atau tujuan tertentu.
Kebijakan kesehatan dapat meliputi kebijakan publik dan swasta tentang kesehatan. Dalam buku ini kebijakan kesehatan diasumsikan untuk merangkum segala arah tindakan (dan dilaksanakan) yang mempengaruhi tatanan kelembagaan, organisasi, layanan dan aturan pembiayaan dalam system kesehatan. Kebijakan ini mencakup sektor publik (pemerintah) sekaligus sektor swasta. Tetapi karena kesehatan dipengaruhi oleh banyak faktor penentu diluar system kesehatan, para pengkaji kebijakan kesehatan juga menaruh perhatian pada segala tindakan dan rencana tindakan dari organisasi diluar system kesehatan yang memiliki dampak pada kesehatan (missal: pangan, tembakau atau industri obat).
Kebijaksanaan/Kebijakan Pemerintah dalam peningkatan pelayanan publik terdapat beberapa kebijakan- kebijakan pemerintah dalam hal ini biasa juga disebut sebagai kebijaksanaan. Kebijaksanaan Menurut Amara Raksasataya, adalah sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dr. SP. Siagian, MPA dalam proses pengolahan Pembangunan Nasional, bahwa Kebijaksanaan adalah serangkaian keputusan yang sifatya mendasar untuk dipergunaan sebagai landasan bertindak dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya. Kesimpulannya, Kebijakan/kebijaksanaan adalah suatu rangkaian keputusan yang telah di tetapkan dengan cara yang terbaik untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan sebelum kebijakan tersebut diambil. Secara garis besar ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembuatan kebijakan, yaitu : Adanya pengaruh tekanan dari luar, Adanya pengaruh kebiasaan lama (konservatisme), Adanya pengaruh sifat pribadi , Adanya pengaruh dari kelompok luar, Adanya pengaruh keadaan masa lalu.

B.       Konsep Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Pelayanan pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan, karena itu ia merupakan proses. Sebagai proses, pelayanan secara rutin dan berkesinambugan orang dalam masyarakat. Pelayanan merupakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia berusaha, baik melalui aktivitas sendiri, maupun secara langsung melalui aktivitas orang lain aktivitas adalah suatu proses penggunaan akal, pikiran, panca indra dan anggota badan dengan atau tanpa alat bantu yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapkan sesuatu yang diinginkan baik dalam bentuk barang maupun jasa. Proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang secara langsung inilah yang dinamakan pelayanan. Timbulnya pelayanan dari orang lain kepada seseorang yang orang lain tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang orang lain tidak ada kepentingan langsung atas sesuatu yang dilakukan karena faktor penyebab yang bersifat ideal mendasar dan bersifat material. Selanjutnya faktor material adalah oraganisasi, yang menimbulkan hak dan kewajiban, baik dalam maupun keluar. Hak dan kewajiban kedalaman dapat disebut misalnya :
1.      Pemenuhan Hak :
a.    Hak mendapatkan perlakuan yang sama atas dasar aturan yang adil dan jujur.
b.    Hak atas penghasilan berdasarkan paraturan yang ada.
c.    Hak menjalankan ibadah di tempat kerja.
d.   Hak istirahat sesuai konfensi Interational Labour Organisation (ILO).
e.    Hak perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
2.      Pemenuhan Kewajiban :
a.       Menyelesaikan tugas/pekerjaan yang dibebankan kepadanya dalam waktu yang telah ditentukan.
b.      Melayani keperluan orang yang berkepentingan, baik orang dalam (sesame pegawai/karyawan) maupu orang lain bukan pegawai/karyawan, dengan cara da sikap yang sama (sesuai dengan norma umum dan upaya organisasi).
c.       Mentaati aturan organisasi.
d.      Bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan doktrin dan budaya organisasi.
Kewajiban, yaitu melayani keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Berdasarkan undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. yang dimaksud dengan pelayanan public adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administrative yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan public. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kesehatan masyarakat yang ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit yang sasaran utamanya untuk kelompok dan masyarakat. Lingkungan pelayanan kesehatan meliputi sistem pembiayaan kesehatan, peraturan perundang- undangan, kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan, kebijakan pembiayaan dan peraturan keuangan, serta sistem regulasi.kesehatan. Seluruh sistem yang berlaku di masyarakat sangat berpengaruh terhadap sistem organisasi pelayanan kesehatan dan sistem mikro pelayanan kesehatan. Untuk melakukan perbaikan mutu pelayanan kesehatan, perlu diperhatikan empat tingkat perubahan, yaitu :

1.      Pengalaman pasien dan masyarakat
2.      Sistem mikro pelayanan .
3.      Sistem organisasi pelayanan kesehatan.
4.      Lingkungan pelayanan kesehatan.
Pembangunan di bidang kesehatan sangat penting untuk melaksanakan program, seperti program air bersih dan sanitasi, pelayanan klinik, dan pengembangan Sumber Daya Manusia. Syarat pelayanan kesehatan yang baik setidaknya dapat dibedakan atas 13 macam, yakni tersedia , menyeluruh, terpadu, berkesinambungan , adil/merata, mandiri, wajar, efektif, efisien, serta bermutu.Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu banyak upaya yang dapat dilaksanakan. Upaya tersebut jika dilaksanakan secara terarah dan terencana, dalam Ilmu administrasi kesehatan dikenal dengan nama Program Menjaga Mutu D. Macam Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan kedokteran (medical services) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public health services). Jika dijabarkan dari pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) adalah :
1.      Pelayanan kedokteran ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri atau secara bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya ialah untuk menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2.      Pelayanan kesehatan masyarakat ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya bersama-sama dalam satu organisasi, tujuan utamanya ialah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya terutama untuk kelompok dan masyarakat.
3.      Bentuk Pelayanan Kesehatan Secara umum, ada 3 tingkat atau gradasi penyakit yaitu sakit ringan (mild), sakit sedang (moderate), dan sakit parah (severe) yang menuntut bentuk pelayanan kesehatan yang berbeda pula. Oleh sebab itu, perlu dibedakan adanya 3 bentuk pelayanan, yakni :
a.       Pelayanan kesehatan tingkat pertama (Primary health care) : Pelayanan kesehatan ini diperlukan untuk masyarakat yang sakit ringan dan masyarakat yang sehat untuk meningkatkan kesehatan mereka atau promosi kesehatan. Pelayanan yang diperlukan pada jenis ini bersifat pelayanan kesehatan dasar (basic health services) atau juga merupakan pelayanan kesehatan primer atau utama (primary health care). Bentuk pelayanan ini seperti Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, dan Balkesmas.
b.      Pelayanan kesehatan tingkat kedua (secondary health services) : Pelayanan kesehatan ini diperlukan oleh kelompok masyarakat yang memerlukan perawatan nginap, yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan primer. Bentuk pelayanan ini misalnya Rumah Sakit tipe C dan D, dan memerlukan tersedianya tenaga-tenaga spesialis.
c.       Pelayanan kesehatan tingkat ketiga (tertiary health services) : Pelayanan kesehatan ini diperlukan untuk kelompok masyarakat atau pasiaen yang sudah tidak dapat ditangani oleh pelayanan kesehatan sekunder. Pelayanan kesehatan ini sudah komplek, dan memerlukan tenaga-tenaga super spesialis. Contohnya Rumah sakit bertipe A dan B. E.
Pola Pikir dalam Prilaku Kesehatan Masyrakat luas di Amerika Serikat beranggapan bahwa mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu adalah hak mereka. Hal ini tentu memicu para penyelenggara pelayanan kesehatan untuk secara serius berupaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat. Bercermin dari pola pikir masyarakat Amerika tersebut, yang memandang bahwa kesehatan yang bermutu adalah suatu hak yang harus didapatkan.
Masyarakat Indonesia juga harus menyadari bahwa kesehatan adalah hak mutlak kita semua karena kesehatan adalah kebutuhan dasar yang paling utama. Pada dasarnya masih banyak pola pikir dan prilaku tentang kesehatan di masyarakat kita yang masih kental menganut kepercayaan praktek kesehatan tradisional diantaranya masih banyak persalinan di pedesaan dan semi-kota yang ditolong dukun bayi, masih ada anggapan masyarakat bahwa penyakit disebabkan oleh makhluk halus sehingga mereka lebih memilih berobat ke dukun daripada memanfaatkan sarana kesehatan dan masih ada prilaku masyarakat merasa membutuhkan upaya kesehatan jika mereka telah berada dalam tahap sakit yang parah. Masih kurangnya kesadaran masyarakat kita tentang prilaku sehat dan memanfaatkan sarana kesehatan merupakan pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah untuk lebih menggiatkan program promotif kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat di daerahnya masing-masing. Dengan cara ini maka penggunaan sarana kesehatan diharapkan dapat lebih ditingkatkan kualitas pelayananya dan masyarakat dapat menyadari bahwa sarana kesehatan yang telah disediakan oleh pemerintah memang diperuntukkan bagi masyarakat.
C.           Sistem Kesehatan
Pemahaman sempit tentang sistem pelayanan kesehatan membuat fokus pelayanan lebih kuratif dibanding preventif. Sistem pelayanan kesehatan seperti ini dapat memacu investasi besar pada rumah sakit. Anggaran kesehatan yang masih rendah, sistem pengobatan dan penggunaan dana yang tidak efektif dan efesien adalah satu elemen kronis penyebab lemahnya sistem pelayanan kesehatan terutama ibu dan anak.
Sejauh ini sumber swasta menempati kisaran 75 % sampai 80% pembiayaan kesehatan. Dari sumber swasta ini sekitar 72% dari kantong masyarakat. Situasi ini membuat pelayanan kesehatan akan menjadi lebih mahal terlebih bagi masyarakat miskin. Kinerja sektor kesehatan diperlemah oleh rendahnya kompetensi dan ketimpangan distribusi tenaga kesehatan. Disamping itu banyak tenaga kesehatan pemerintah bekerja tidak resmi disektor swasta karena alasan pendapatan dan tradisi. Akses dan kualitas pelayanan kesehatan masih memprihatinkan. Belum ada suatu mekanisme yang menjamin akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakat miskin.

D.    Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit dengan sasaran utamanya adalah masyarakat. Oleh karena ruang lingkup pelayanan kesehatan masyarakat menyangkut kepentingan masyarakat banyak, maka peranan pemerintah dalam pelayanan kesehatan masyarakat mempunyai bagian atau porsi yang besar. Namun karena keterbatasan sumber daya pemerintah, maka potensi masyarakat perlu digali atau diikutsertakan dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat tersebut. Mengalang potensi masyarakat mencakup 3 dimensi, yaitu :
1.      Potensi masyarakat dalam arti komunitas (misalnya masyarakat RT, RW, Kelurahan dan sebagainya). Bentuk-bentuk partisipasi dan penggalian potensi masyarakat dalam pelayanan kesehatan masyarakat seperti adanya dana sehat, iuran untuk PMT (Pembinaan Makanan Tambahan), untuk anak balita, dan sebagainya.
2.      Menggalang potensi masyarakat melalui organisasi-organisasi masyarakat atau sering disebut Lembaga-lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Penyelenggaraan pelayanan-pelayanan kesehatan masyarakat oleh LSM-LSM pada hakikatnya merupakan bentuk partisipasi masyarakat dalam system pelayanan kesehatan masyarakat.
3.      Menggalang potensi masyarakat melalui perusahaan-perusahaan swasta yang ikut membantu meringankan beban penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat (Puskesmas, Balkesmas, dan sebagainya). Ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, antara lain :
a.       Penanggung jawab: pengawasan, standar pelayanan, dan sebagainya dalam pelayanan kesehatan masyarakat baik pemerintah (Puskesmas) maupun swasta (Balkesmas) berada di bawah koordinasi penanggung jawab seperti Departemen Kesehatan.
b.       Standar pelayanan: pelayanan kesehatan masyarakat, baik pemerintah maupun swasta harus berdasarkan pada suatu standar tertentu. Di Indonesia standar ini telah ditetapkan oleh Departemene Kesehatan, dengan adanya “Buku Pedoman Puskesmas”.
c.       Hubungan kerja: dalam hal ini harus ada pembagian kerja yang jelas antara bagian satu dengan yang lain. Artinya fasilitas kesehatan harus mempunyai struktur organisasi yang jelas yang menggambarkan hubungan kerja baik horizontal maupun vertical.
d.      Pengorganisasian potensi masyarakat: keikutsertaan masyarakat atau pengorganisasian masyarakat ini penting, karena adanya keterbatasan sumber-sumber daya penyelenggara pelayanan kesehatan masyarakat.

H.    Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh kepada seluruh masyarakat, maka berikut ini akan dipaparkan beberapa program pelayanan kesehatana masyarakat.
1.      Puskesmas
Usaha kesehatan masyarakat terutama dilakukan melalui peningkatan pelayanan Puskesmas dan upaya kesehatan kerja. Upaya kesehatan Puskesmas direncanakan terutama ditujukan kepada golongan ibu, anak, tenaga kerja, dan masyarakat berpenghasilan rendah baik di pedesaan maupun di perkotaan. Puskesmas akan dikembangkan menjadi pusat pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Pemerataan upaya kesehatan Puskesmas akan diusahakan, baik melalui peningkatan fungsi Puskesmas maupun peran serta masyarakat dengan pendekatan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD).

2.      Keluarga Berencana
Kegiatan kelurga berencana diarahkan pada pengembangan keluarga sehat sejahtera, yaitu dengan makin diterimanya Norma Keluaga Kecil yang Bahagia dan Sejahtera (NKKBS) melalui kegiatan penyuluhan dan motivasi pada pasangan usia subur, generasi muda serta pelayanan medic KB. Pelaksanaan program KB dilaksanakan secara bertahap, mula – mula program mempunyai orientasi klinis. Kemudian berkembang dengan pesat, untuk mendapat liputan yang lebih luas, beberapa tenaga pelaksana lapangan ditempatkan di klinik juga diwajibkan mengadakan kunjungan ke rumah-rumah untuk memberikan motivasi dan penerangan di mana dapat memperoleh pelayanan KB. Peningkatan peranan masyarakat dalam program KB akan memungkinkan alih peran pengelolaan program KB kepada masyarakat di masa yang akan datan, dengan demikian perkembangan NKKBS juga akan menjadi kenyataan.
3.      Kesejahteraan Ibu dan Anak
Pelayanan dan monitoring ibu hamil, ibu melahirkan, dan ibu menyusui ditingkatkan melalui pemeriksaan kehamilan, imunisasi, identifikasi risiko tinggi kehamilan dan tindak lanjutnya, pelayanan ibu menyusui dan pertolongan oleh tenaga terlatih. Pelayanan bayi dan anak prasekolah termasuk murid Taman Kanak-kanak dilakukan melalui penelitian dan pengamatan dari pertumbuhan dan perkembangan secara berkala, imunisasi, identifikasi risiko tinggi dengan tindak lanjutdan pencegahan dehidrasi. Peran serta masyarakat ditingkatkan melalui penyuluhan yang terutama ditujukan kepada ibu dan dukun beranakserta guru TK. Penyuluhan juga dilakukan melalui PKK.
4.      Kesehatan Sekolah
Melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) diharapkan dapat ditingkatkan derajat kesehatan dan kemampuan untuk hidup sehat dari anak sekolah pada tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), SMP, dan SMA termasuk pondok pesantren melalui upaya peningkatan, pencegahan, pengobatan dan pemeliharaan sehingga mempunyai dampak terhadap penurunan angka absensi karena sakit.
5.      Kesehatan Gigi dan Mulut
Dalam memperluas jangkauan, pemerataan dan peningkatan suatu pelayanan kesehatan gigi dan mulut dilakukan kegiatan-kegiatan :
a.         Pelayanan kesehatan gigi pada unit kelurga terutama ibu hamil, ibu menyusui dan anak pra sekolah.
b.        Pelayanan kesehatan gigi dan mulut secara paripurna di sekolah dasar, kegiatan promotif dan preventif di SD.
c.         Pelayanan medic dasar kedokteran gigi dilakukan di puskesmas.
6.      Kesehatan Jiwa
Tujuan pokok kesehatan ini adalah mencegah meningkatnya angka penderita berbagai gangguan jiwa, seperti psikonerotik, psikomatik, retardasi mental, kelainan perilaku dan penyalahgunaan narkotik, alcohol, obat, dan bahan berbahaya lainnya. Pelayanan kesehatan jiwa dilakukan berdasarkan pendekatan yang menyeluruh dan mendalam dari berbagai segi yang saling berkaitan, dan melakukan pembinaan sehingga dapat memberikan pelayanan kesehatan jiwa, terutama untuk dapat mendeteksi secara dini berbagai gangguan kesehatan jiwa.
7.      Laboratorium sederhana
Sasaran pokok kegiatan ini adalah meningkatkan kemampuan pemeriksaan sediaan, untuk mencapai ini dilakukan penataran tenaga laboratorium. Kegiatannya adalah melaksanakan pelayanan rutin, penyuluhan dan pengiriman sediaan penyakit dalam rangka pengamatan kejadian penyakit.
8.      Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD)
PKMD diselenggarakan oleh masyarkat sendiri yang pengelolaan di lapangan memanfaatkan sumber-sumber setempat dalam penyelenggaraan secara terus- menerus serta terorganisir hingga ikut merangkaikan hasil-hasil kegiatannya secara tersambung dengan perpanjangan program-program Puskesmas di desanya serta mampu terpadu dan menunjang system kesehatan nasional.
9.      Program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
Tujuan pokok kegiatan ini adalah untuk mencegah timbulnya penyakit, menurunkan angka kesakitan, kematian, dan akibt buruk dari penyakit menular. Untuk mencapai tujuan tersebut diambil langkah-langkah untuk meningkatkan:
a.       Pengamatan penyakit menular, termasuk pelabuhan.
b.      Kualitas dan kuantitas tenaga di bidang epidemiologi, entomologi, ekologi, sanitasi, dan laboratorium.
c.       Kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam hal pencegahan dan pemberantasan penyakit menular dengan menggunakan teknologi tepat guna dan secara sederhana yang berhasilguna dan berdayaguna.
d.      Penggunaan alat, serum dan vaksin dalam negeri.
e.       Isolasi penderita npenyakit manular.
f.       Pengamatan vector penyakit.

10.  Pencegahan dan pemberantasan penyakit tak menular
Tujuan kegiatan ini adalah menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit jantung, dan pembuluh darah, kanker, kecelakaan, dan lain-lain. Kegiatan pelayanan penyembuhan dan pemulihan diutamakan pada pengobatan jalan melalui Puskesmas dan rujukannya. Sebagai langkah pertama diadakan kegiatan pengumpulan data dan penelitian tentang masalah penyakit tak menular, antara lain dengan mengadakan kegiatan panduan dan penjaringan selektif pada Puskesmas di daerah tertentu.
11.  Program perbaikan gizi
Program ini bertujuan bertujuan untuk menunjang upaya penurunan angka kematian balita, dan meningkatkan kemampuan masyarakat guna mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, melalui peningkatan status gizi, terutama bagi golongan rawan dan masyarakat berpenghasilan rendah baik di desa maupun di kota. Pokok kegiatan yang dilaksanakan dalm program perbaikan gizi adalah Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPKG), pencegahan dan penanggulangan penyakit gangguan gizi terutama KKP, Kekurangan Vitamin A, gondok endemic dan anemi gizi besi, peningkatan gizi anak sekolah, dan pelayanan gizi institusi.
12.  Program peningkatan kesehatan lingkungan
Program ini bertujuan mencapai mutu lingkungan yang dapat menjamin kesehatan menuju derajat kesehatan masyarakat yang optimal, serta untuk mewujudkan keikutsertaan dan kesadaran masyarakat dan sector pemerintah yang berkaitan dalam tanggung jawab upaya peningkatan dan pelestarian kesehatan lingkungan. Program ini meliputi program peningkatan air bersih, program penyehatan perumahan dan lingkungan, program pengawasan kualitas lingkungan, dan pengembangan kegiatan instalasi pemeriksaan specimen kesehatan lingkungan.

I.       Perkembangan Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Indonesia
Mengkaji perkembangan pelayanan kesehatan massyarakat di Indonesia memang sejalan dengan perjuangan bangsa mensejahterahkan masyarakat Indonesia. Beberapa catatan penting di bawah ini baik sebelum maupun sesudah Indonesia merdeka dapat dijadikan tonggak sejarah perkembangan program kesehatan masyarakat di Indonesia.
a.         Tahun 1942 : Mulai dirintis pengembangan program pendidikan kesehatan masyarakat untuk peningkatan sanitasi lingkungan di wilayah pedesaan.
b.        Tahun 1952 : Pengembangan upaya usaha Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mulai dirintis dengan didirikannya Direktorat KIA di lingkungan Kementrian Kesehatan.
c.         Tahun 1956 : Proyek UKS diperkenalkan di wilayah Jakarta.
d.        Tahun 1959 : Program pemberantasan penyakit malaria di milai dengan bantuan WHO.
e.         Tahun 1960 : UU Pokok kesehatan dirumuskan.
f.         Tahun 1969 : Dengan mulai tersusunnya Repelita, sector kesehatan juga mulai menata perencanaannya secara nasional.
g.        Tahun 1982 : Sistem Kesehatan Nasional (SKN) mulai diberlakukan.
h.        Tahun 1988 : Penggunaan obat generic diperkenalkan.
i.          Tahun 1991 : Dokter sebagai pegawai tidak tetap (PTT) mulai diberlakukan.
j.          Tahun 1992 : UU no. 23 mulai diterapkan untuk sector kesehatan.
k.        Tahun 1994 : Keppres 36 tentang strategi penanggulangan AIDS Nasional dan Daerah.
l.          Tahun 1995 : Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dimulai untuk mencapai target Indonesia bebas polio tahun 2000.
Pembangunan Puskesmas di Indonesia mulai dirintis dengan berbagai pertimbangan yang bersifat strategis. Untuk jangka panjang pengembangan pelayanan kesehatan dasar (Primary Health Care/PHC) melalui Puskesmas dinilai jauh lebih efisien dan efektif hasilnya dibandingkan pengembangan pelayanan RS.
Dari konsep pengembangan PHC lahirlah konsep PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa) di Indonesia. PKMD saat ini sudah berkembang menjadi model peran serta masyarakat di bidang pelayanan kesehatan yang kemudian diberikan nama sesuai dengan muatan lokalnya seperti muatan tambahan program gizi dikenal dengan nama UPKG (Upaya Pelayanan Gizi Keluarga); Proyandu (Program Pelayanan Terpadu) yang diberikan muatan program KIA, Gizi (Penimbangan Balita, pemberian vitamin A untuk Balita, dan Sulfas Ferrosus untuk Ibu Hamil), P2M (Imunisasi dan pemberantasan diare, cacingan), program KB (Konseling); POD (Pos Obat Desa); DUKM (Dana Upaya Kesehatan Masyarakat) semacam ansuransi kesehatan di desa; Bidan Desa dengan Polindes (Poliknik Persalinan); pembinaan pengobatan tradisional, dan sebagainya. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan dunia (AFTA 2003 dan APEC 2010- 2020) akan berpengaruh pada kebijakan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan sangat dibutuhkan untuk memasuki persaingan global di bidang kesehatan. Setelah 25 tahun Indonesia mengembangkan primary health care services, Indonesia sudah mencatat sukses besar dengan turunnya tingkat kematian bayi (IMR), tingkat fertilitas (FR), tingkat kematian ibu bersalin (MMR), kematian kasar (CDR), angka kesakitan beberapa penyakit menular terutama yang bisa dicegah dengan imunisasi dan memperpanjang angka harapan hidup. Meskipun Indonesia sudah mencatat sukses besar di bidang pembangunan kesehatan namun globalisasi di bidang jasa pelanyanan kesehatan juga akan ditandai dengan adanya investasi modal asing di Indonesia untuk membangun pusat–pusat pelayanan kesehatan seperti RS dan laboratorium, termasuk di biidang farmasi dengan membangun pabrik obat PMA . Akibatnya, persaingan tenaga kesehatan juga akan berlangssung semakin ketat.